Kamis, 29 April 2010

Lomba Gambar dan Bercerita

Sebuah proyek gambar bersama kuberikan pada kelas 7 a.k.a. 1 SMP, bertema ilustrasi pelengkap cerita. Kubagi anggota kelas menjadi tiga kelompok, dan masing-masing kelompok akan mengerjakan satu ilustrasi, pelengkap kisah cerita rakyat Malin Kundang yang akan diikutsertakan dalam lomba menggambar dan bercerita yang diselenggarakan oleh Bale Seni Barli yang juga berlokasi di Kota Baru Parahyangan.
Murid-murid, melalui diskusi pendek, menentukan sendiri cerita yang akan mereka wujudkan dalam beberapa sekuens gambar. Mereka sudah cukup punya pertimbangan mengenai pengenalan cerita yang berkait dengan tingkat kesulitan, teknik menggambar, dan kemampuan bekerja sama dalam tim. Mereka bisa membagi tugas (secara teoritis demikian, walaupun pada praktiknya masih ada yang lebih suka dan lebih puas bekerja sendiri atau justru tidak ikut aktif ambil bagian dalam kerja kelompok).
Pada intinya, setiap kelompok menyepakati sebuah tema untuk diwujudkan menjadi gambar tertentu sebagai pelengkap kisah cerita rakyat yang akan dibawakan oleh Rinad, salah seorang dari mereka pada event lomba di akhir pekan lalu (Sabtu-Minggu, 24-25 April 2010).
Kelompok pertama menggambarkan momen perpisahan antara Malin Kundang dan ibundanya. Vania (terutama) dan teman-temannya menyelesaikan gambar dan mengumpulkannya tepat waktu seperti yang diminta. Kualitas gambarnya sangat bagus, buah dari ketekunan dan minat yang besar untuk mewujudkan gambar terbaik. Well done, Vania.
Kelompok kedua menggambar adegan kedatangan Malin Kundang beserta istrinya dengan armada kapal yang mewah, namun dia sendiri sudah berubah menjadi seorang pribadi yang tinggi hati, senang berbangga diri.
Kelompok ketiga menggambarkan situasi pada saat ibunda Malin Kundang ingin menyambut kedatangan putranya namun ditolak dengan kasar oleh Malin Kundang yang malu mengakui wanita tua miskin itu sebagai ibu kandungnya.
Kelompok terakhir menggambarkan adegan dikutuknya Malin Kundang oleh sang ibu. Berbagai versi cerita mengenai ini beredar. Ada kisah yang menggambarkan Malin Kundang berubah menjadi batu saat dia berada di hadapan sang ibu, namun versi yang lain menyebutkan bahwa dia berubah menjadi batu saat dalam pelayaran, dihantam badai dahsyat.
Apapun versi ceritanya, hikmah dari cerita ini adalah agar kita tetap rendah hati, ingat pada asal muasal kita, dan tetap menaruh hormat pada orangtua kita, terutama ibu yang telah begitu berjasa melahirkan dan membesarkan kita. Di sisi lain, sebagai ibu pun, dituntut keikhlasan yang tulus dalam membesarkan putra-putri, agar tidak keluar kata-kata buruk yang diijabah sebagai doa.
Rinad menyampaikan cerita ini dengan sangat baik. Ada pesaing yang terlihat cukup ketat membayanginya, dengan pronunciation yang juga sangat baik, tapi dia hanya membawa satu gambar saja. Sementara Rinad, dengan 4 set gambar yang terlihat cukup menyolok, bahkan dilihat dari kejauhan sekalipun, hm... kurasa itu jadi poin tambahan untuknya. Well... aku sebetulnya berperan cukup banyak menyempurnakan ketiga gambar lainnya (terlihat dari gaya gambar yang sangat mirip bukan, pada gambar ke-2 hingga ke-4). Tapi aku pun puas bisa menyelesaikannya dengan (cukup) baik. Dan ketika hasil akhir diumumkan, aku tidak terlalu terkejut ketika akhirnya Rinad dinobatkan sebagai juara pertama. Dia berhak mendapatkannya.

Selasa, 13 April 2010

Publikasikan Tulisanku di Koran Lokal (dulu)

Alhamdulillah senangnya... tulisanku bisa tembus media koran daerah (untuk langkah awal... sebelum merambah ke media nasional). Setelah 'panas' gara-gara seorang teman yang sudah mempublikasikan tulisannya lebih dulu, aku menyemangati diri untuk menulis dan mengirimkan tulisan itu ke koran daerah Pikiran Rakyat. Hari Senin tanggal 12 April kemarin tulisan itu tayang di rubrik forum guru. Aku tersemangati oleh seorang rekan guru, dan semoga semangat ini menular juga kepada murid-murid kami. Ada satu kutipan yang sangat kusuka: A good teacher, teaches; a great teacher, inspires. Semoga kami bisa jadi guru-guru yang hebat, sehingga bisa memberi inspirasi kepada murid-murid kami, agar semua kelak bisa memebri kontribusi terbaik. Yuk, semangat...!
Berikut ini saya tulis ulang isi tulisan tersebut, karena kelihatannya isi tulisan di gambar ini kurang jelas...
Belakangan ini, sekolah-sekolah dengan sistem full day school semakin banyak didirikan. Konon, karena tuntutan orang tua zaman sekarang yang menghendaki demikian. Semakin diminatilah sekolah serupa ini.
Sebagai seorang guru yang juga mengajar di sekolah semacam ini, saya mencoba sedikit menganalisa, apa sih kebaikan dari sekolah dengan sistem seperti ini? Secara umum, yang tentu saja masih perlu penelitian lebih jauh, beberapa data dan fakta saya temukan dalam perjalanan selama lebih dari 13 tahun malang melintang sebagai pengajar di sekolah dengan sistem full day ini.
Pertimbangan ini bisa ditujukan untuk Anda sebagai orang tua murid yang berencana untuk menyekolahkan putra-putrinya, atau bagi Anda yang berminat untuk membaktikan diri sebagai tenaga pendidik di sekolah seperti ini, khususnya sekolah Islam full day.
Jam kerja orang tua, pasangan suami-istri yang ketat dengan beban pekerjaan kantor mereka masing-masing, membuat mereka merasa harus menitipkan pendidikan anak-anak mereka pada sebuah lembaga terpercaya. Full day school menjadi pilihan untuk mengakomodir kondisi tersebut. Anak pulang di sore hari, tak lama sebelum kedatangan orang tuanya. Masih cukup waktu untuk membersihkan diri, dan bersiap menyambut ayah dan/atau ibu dari kantor.
Dalam struktur keluarga masa kini, keberadaan pembantu Rumah Tangga seperti menjadi sebuah keharusan. Tugas mereka bukan hanya sekedar memasak dan membersihkan rumah, mencuci dan menyeterika, tapi berkembang hingga merapikan peralatan sekolah anak dan membimbingnya belajar. Tapi akankah pembelajaran bersamanya akan optimal? Dengan latar belakang pendidikan maksimal SMA sekalipun, akankah PRT punya otoritas/kapabilitas untuk membimbing anak belajar dan beribadah? Ataukah tak berdaya pada kekuasaan dan keinginan si anak, dan membiarkannya menonton TV, bermain game komputer, atau mengakses internet sesukanya ke dunia maya?
Saat kegiatan anak terpusat di sekolah, mulai pukul 7.30 hingga pukul 4 sore, semua aktivitas sarat dengan nilai pendidikan.
Mulai dari ikrar pagi, guru sudah memandu siswa untuk fokus pada satu kegiatan saja. Dilanjut dengan doa pagi untuk memulai kegiatan pada hari itu, menggugah kesadaran siswa untuk selalu memulai segala aktivitas dengan memohon izin Allah. Semoga berkah.
Pembelajaran tentu saja disisipi dengan muatan moral aplikatif, semisal belajar menghargai pendapat orang lain, menyimak dengan baik, meminta izin untuk meminjam alat tulis teman, hingga meminta izin untuk minum di tengah-tengah waktu belajar.
Istirahat pagi digunakan untuk makan camilan sehat, diiringi kemauan untuk berbagi kepada teman. Pada kesempatan ini pun guru dapat mengenalkan berbagai jenis makanan ringan sesuai dengan apa yang dimakan anak, mengingatkan siswa untuk membuang sampah pada tempatnya, hingga membersihkan remah-remah ataupun bungkus makanan kecil yang mereka bawa. Siswa belajar bertanggung jawab.
Sedangkan istirahat siang digunakan untuk rehat sejenak dari aktivitas rutin, untuk shalat dan makan siang. Guru memimpin doa, atau bahkan murid yang bergiliran memimpin doa dan menjadi imam. Sebuah pembelajaran mengenai sistem nilai ibadah yang sangat baik bersama aplikasinya sekaligus.
Kegiatan makan siang pun perlu dimanfaatkan untuk mengingatkan siswa agar mensyukuri segala nikmat yang telah Allah berikan, berupa ketersediaan makanan yang beragam dalam menu makan siang yang tinggal mereka makan. Siswa belajar bertanggungjawab untuk menghabiskan makanan di piring mereka dan mengembalikan wadah makanan yang telah kosong ke dapur.
Menjelang pulang, aktivitas sekolah ditutup dengan shalat asar. Guru mengingatkan siswa untuk juga melaksanakan shalat di rumah (maghrib, isya dan subuh keesokan harinya). Sebelum shalat, guru dapat mengulang hafalan surat pendek yang diajarkan di sekolah, atau menceritakan kisah berhikmah. Selain memperkaya batin siswa, hal ini juga membuat guru terus memacu diri untuk mencari ilmu, baik untuk materi cerita maupun metode bercerita. Bukankah ini akan jadi keuntungan bagi banyak pihak?
Jika sudah sedemikian banyak keuntungan yang ditawarkan pihak sekolah dengan sistem full day, pertimbangan apa lagi yang Anda pikirkan? Segera daftarkan putra-putri Anda di salah satu sekolah serupa. Investasi Anda dalam menyekolahkan putra-putri akan terbayar lunas, bahkan berpeluang hadiah/bonus ketika putra/putri Anda menjadi anak-anak shalih dan shalihat yang masih terus mendoakan Anda bahkan ketika Anda telah tiada sekalipun. Bukankah doa dari anak yang shalih akan terus mengalirkan pahala kepada orang tua yang telah mendidiknya?
Sedangkan bagi kita, para pendidik, ilmu yang bermanfaat pun akan tetap diperhitungkan sebagai amal shalih, juga ketika kita telah tiada. Jadi, mari kita berlomba-lomba menuai kebaikan di sekolah dengan sistem full day.

Selasa, 06 April 2010

Term Baru, Semangat Baru!!!

Term 4, perempat semester terakhir di tahun pelajaran 2009-2010, tanpa bisa ditahan lajunya, datang menghampiri, Senin ini. Siapa saja tak lepas dari terjangan waktu. Dan siapa saja akan merugi bila tak mengambil kesempatan terbaik yang dilewati masa ini. Siapa saja harus bekerja lebih keras untuk menutup tahun pelajaran ini, bekerja lebih cerdas lagi, termasuk aku tentunya. Yuk... manfaatkan potensi yang dianugerahkan kepada diri ini untuk berkarya sekemampuan kita. Semangati diri lagi.
Sebelum long week end ini, hari Kamis lalu, kuisi tangki bahan bakar Katana-ku dengan premium di sebuah SPBU. Aku harus menunggu di antrian panjang sebelum tiba giliranku karena ternyata banyak sekali orang yang memanfaatkan kesempatan ini untuk mengisi penuh tangki kendaraan mereka, terutama kendaraan beroda dua dalam antrian yang mengular. Sabar... Dalam masa menunggu itu membuatku berpikir tentang pekerjaan para petugas SPBU. Kulihat mereka sibuk sekali melayani semua orang. Selesai dengan kendaraan satu, kendaraan lain sudah menunggu, nggak ada berhentinya. Itu sungguh-sungguh kerja keras.
Kadang aku membandingkan dengan pekerjaanku sendiri. Sebagai guru, aku masih punya waktu untuk mengerjakan hal-hal lain di luar kerjaan sekolah, termasuk menulis blog (biasanya aku tulis di rumah, tapi ku-posting di sekolah). Di sela-sela kesibukan mempersiapkan bahan pelajaran, membuat contoh karya untuk ditunjukkan kepada murid, mengajarkannya, merapikan kembali ruang seni setelah dipakai anak-anak berkegiatan (menggunting, mewarnai, memahat dsb), membuat panduan penilaian, plus memeriksa dan menilai hasil karya mereka. Sesekali ikut meeting, sibuk di kepanitiaan atau menyiapkan anak-anak ikut lomba, atau 'hanya' memperhatikan murid-muridku di kelas. Mengisi buku komunikasi setiap hari, melerai yang bertengkar, mengobati luka jika ada yang jatuh. Giliran "istirahat" makan siang, kita "on" terus dong. Memastikan bahwa anak-anak makan dengan benar, kalau perlu sedikit dipaksa untuk mau makan sayur, setidaknya mencoba makan deh, sepotong sayur atau sesendok keciiil aja. Setelah itu dilanjut dengan mengawasi mereka wudhu dan shalat di mushala (walaupun aku... harus kuakui, agak jarang melakukannya gara-gara biasanya aku belum selesai makan. Soalnya aku selalu makan paling akhir, setelah semua anak menghadapi piring dengan menu makan siang mereka. Tapi bagaimanapun, kayaknya aku harus belajar untuk makan lebih cepat!). Kegiatan sore ditutup dengan memandu anak-anak shalat asar bersama, kali ini dilakukan di kelas masing-masing. Biasanya mereka menagih cerita sebelum shalat, yang membuatku harus aktif mencari info dan referensi cerita-cerita berhikmah yang menarik untuk mereka, yang harus kuceritakan dengan cara yang menarik pula. Maaf-maaf... biasanya aku pakai bahasa Indonesia (padahal sekolah kami memiliki kebijakan global, termasuk dalam penggunaan bahasa Internasional di lingkungan sekolah). Maaf, seringkali aku memang membuat permakluman, dengan alasan supaya waktu yang singkat sebelum bubaran sekolah itu termanfaatkan secara efektif, tanpa perlu mengulang dan menterjemahkan, setelah mulutku berbusa-busa bicara dalam bahasa Inggris, eh ujung-ujungnya mereka minta diterjemahkan juga.
Berbicara dalam bahasa Inggris pun perlu upaya keras, kuupayakan semampuku. Walau bagaimanapun, bahasa Inggris bukan bahasa ibu kita, sehingga untuk menggunakannya otakku kadang perlu berpikir dua langkah sebelum bicara. Tapi bagaimanapun, ini harus kuupayakan. Aku kerja keras mencari kata dan kalimat yang tepat untuk kukatakan, dan mereka pun harus bekerja keras untuk memahami dan mengingat apa yang kukatakan. Yuk, kerja keras lagi, dan kerja cerdas, itu yang lebih utama. Kita mulai term 4 ini dengan penuh semangat. Yuk!!!

Origami Balon

Tampak simpel. Aktivitas ekskul kita di hari yang lalu. Pertemuan pertama di tahun ajaran baru setelah libur 2 bulanan. Mengulang aktivitas ...